Ji-young berucap dalam hati, “Aku sudah menutup hatiku
dan menguncinya agar tidak ada yang bisa membuka, tapi akhirnya terbuka
kembali.”
Ji-young membagikan selai yang dibuatnya pada rekan-rekan
kerjanya dengan ramah. Mereka dengan senang hati menerimanya. Namun saat
diberitahu bahwa ibunya datang mood-nya
berubah. Ji-young muak berpikir ibunya datang untuk minta uang. Dia menyuruhnya
mengambil semua uangnya dan jangan datang lagi. Saat ibunya membawa-bawa
hubungan darah, Ji-young semakin murka. Ibunya marah dan bilang kalau tidak
karena orang tuanya maka Ji-young tak akan lahir. Ji-young menjawab semestinya
jangan melahirkannya saja, maka keadaan semua orang akan lebih baik.
“Tidak ada alasan mempertahankan hubungan yang dipenuhi
kebencian. Hubungan semacam itu, hanya meninggalkan luka teramat dalam.” benak
Ji-young dan kembali menjadi Ji-young yang dingin.
Byuk-soo juga datang menemui Ji-young. Dia kemudian
melihat ibu Ji-young yang sedang meminta alamat anaknya pada Perawat Park.
Perawat Park ragu dan ibu Ji-young menjadi marah. Ji-young pulang, dia melihat
jendelanya terbuka. Saat dia menghidupkan laptopnya dia sadar bahwa ada yang
sudah mengotak-atiknya. Dia menghubungkan semua pertanyan-pertanyaan Byu-ksoo.
Ji-young sadar jika Byuk-soo lah yang membuka laptopnya tanpa izin dan Byuk-soo
sudah tahu semuanya.
Byuk-soo menelpon Ji-young. Ji-young bergegas menemuinya.
Saat sampai, Ji-young sadar bahwa Byuk-soo menipunya untuk datang ke pemakaman
ayahnya. Byuk-soo memintanya memberikan penghormatan terakhir. Tapi Ji-young
sudah murka. Ji-young bertanya apa Byuk-soo sudah membaca semua diarinya, Byuk-soo
mengiyakan. Ji-young berlalu pergi, Byuk-soo menahannya. Ji-young menamparnya,
dan memarahinya karena berani menyuruhnya datang ke sana. Ji-young semakin
kesal saat Byuk-soo memanggil ibunya dengan kata ibu. Dia bilang dia sudah tahu
tapi mengabaikannya. Mengapa kamu mencoba mencari tahu tentang diriku, tukasnya
sambil pergi.
Ji-young menaiki taksi dan mengabaikan Byuk-soo yang
mengejarnya. Sopir taksi berhenti mendadak dan bilang mungkin dia sudah
menabarak sesuatu. Seketika Ji-young mengingat Bori. Byuk-soo menyusul jiyoung
ke rumah. Byuk-soo menjelaskan jika dia ditugaskan keluar negeri, tapi dia
menolak. Ji-young sudah lelah dan tak tertarik mendengarnya. Dia meminta Byuk-soo
keluar dari rumahnya.
Adegan beralih ke cafe, di mana Ji-young memutuskan
Yeon-sook. Dia melakukan hal yang sama pada Byuk-soo. Byuk-soo tak terima
diputuskan. Dia juga meminta maaf telah membaca diari itu, tapi apa salahnya
dia kan pacarnya. Ji-young kekeuh putus. Byuk-soo berkata jika Ji-young selama
ini berpura-pura kuat supaya tidak terluka.
“Aku hanya tidak mengerti mengapa harus terluka akibat
sebuah hubungan,” tukas Ji-young.
Ji-young berkata dia tidak mau berkencan lagi dan heran
mengapa Byuk-soo mengaku punya hak membaca diarinya. Dia mengatakan seharusnya
Byuk-soo tahu batasnya. Byuk-soo marah kenapa Ji-young bisa seenaknya membuat
batasan sendiri. Byuk-soo melakukan semua itu karena dia mencintai Ji-young
tapi J-iyoung hanya menunjukkan sebagian dirinya saja. Ji-young tak pernah
membagi deritanya padanya.
Ji-young menghina Byuk-soo dengan mengatakan tidak tahu
cara membatasi diri. Byuk-soo menyanggah jika Ji-younglah selalu membatasi diri
dan tidak mau menunjukkan kelemahannya. Ji-young tak mau kalah dan mengurutkan
alasan kegagalan Byuk-soo dalam berkencan. Pertama, sudah berumur tapi
kekanakan, selalu bergantung dan mengandalkan orang lain, dan tidak memiliki
keinginan untuk berdiri sendiri.
Ji-young menambahkan, ”Aku begitu membencimu. Kedewasaaan
yang sesungguhnya adalah saat seseorang bisa sempurna dengan dirinya sendiri.”
Byuk-soo mengoloknya, “Bagaimana denganmu? Tidak pergi ke
pemakaman ayahmu. Itu yang namanya dewasa? Meributkan hal yang sebenarnya
sepele.”
Byuk-soo kemudian meminta maaf merasa tak enak. Ji-young
mengatakan dia tidak terluka. Dia tidak pernah pecaya jika Byuk-soo benar-benar
menyukainya. Ji-young tertawa sinis Byuk-soo hanya ingin tinggal bersama agar
tidak perlu menyewa. Dan tidak harus dengan Ji-young dengan siapa saja bisa.
Byuk-soo bertanya, “Kenapa kamu mau bersamaku?”
“Aku belum pernah mencintai seseorang. Juga tidak pernah
merindukan siapa pun,” tandas Ji-young. Ji-young berkata selama ini dia
membohongi Byuk-soo. Saat dia mulai mengencai Byuk-soo, Ji-young pikir akan
bisa menyukai Byuk-soo. Tetapi ternyata tidak dan ia meminta maaf. Byuk-soo
tidak percaya dan menyanggahnya. Pelayan cafe memberitahu jika sudah waktunya
tutup. Byuk-soo mengajak Ji-young pulang, Byuk-soo bahkan hanya memakai sandal
sekarang. Ji-young menolak dengan kasar.
Byuk-soo sudah tidak tahan dan berteriak, “Hei, jangan
pernah berkencan lagi. Jangan menikah, ataupun punya anak. Jika kamu begitu
ingin mengacaukan hidupnya, lakukan sendirian. Aku mengatakannya karena peduli
padamu. Bagaimana bisa seseorang hidup tanpa orang yang mencintai dan
dicintainya?”
Ji-young menjawab angkuh, ”Aku lebih nyaman seperti ini.”
Byuk-soo mendengus, “Tetap saja...Beruntungnya kamu. Kamu
tidak perlu terluka. Tidak memercayai dan tidak menyukai siapa pun. Kamu pasti
sangat bahagia.”
Byuk-soo meninggalkan Ji-young pergi. Ji-young sekali
lagi berhasil menghalau orang lain yang mencoba memasuki zona amannya.
Ji-young menghapus seluruh galeri fotonya. Semua chat,
kontak Byuk-soo dia hapus. Dia membersihkan semua barang dan jejak Byuk-soo di
rumahnya. Dia menemukan surat dari Byuk-soo yang mengatakan bahwa santa itu ada
dan percaya Ji-young akan kembali tersenyum lebar. Dia kemudian mengambil
pigura foto yang sepaket dengan pesan itu, membuangnya dan merobek pesannya.
Dia mendengar Bori sudah kembali. Safe
and sound. Dia membawa kembali Bori ke toko hewan peliharaan dan
meninggalkannya di sana.
Bersambung part terakhir
Tidak ada komentar:
Posting Komentar