Rabu, 24 Mei 2017

Rekap Individualist Miss Ji Young Episode 2-5 END

Ji-young kembali menjadi ketus dan dingin. Dia memarahi seorang pasien yang merepotkannya. Pasien itu hanya diam, namun saat Ji-young mulai meninggalkannya dia berbicara.

Gadis muda itu mengeluh, “Aku semestinya tidak pernah dilahirkan. Tidak ada yang mencintai aku. Tidak peduli betapa keraspun aku mencoba, tak ada yang berubah.”

Ucapan pasien itu menohok dada Ji-young. Ji-young terpaku. Ketika teman-temannya meminta Ji-young membuatkan selai lagi, Jiyoung hanya diam dan berdiri. Dia menitikkan air mata. Teman-temannya terperangah. Ji-young pergi ke ruang ganti dan mengunci diri. Dia mencoba menghubungi Byuk-soo namun gagal. Teman-temannya panik melihat reaksi dan emosi Ji-young, menggedor pintu. Ji-young menangis sesenggukan.


Perawat Park berhasil masuk. Dia bertanya ada apa, Ji-young menjawab dia akan segera keluar dan minta maaf. Perawat Park memeluknya dan berkata, tidak apa-apa untuk menangis dan menumpahkan semuanya. Ji-young menangis keras.


Ji-young membawa kembali Bori dan berkonsultasi pada Soo-kyung. Kali ini dia jujur dan menceritakan jeritan yang selama ini dia pendam. Saat berusia delapan tahun, Ji-young mencoba menghentikan pertengkaran orangtuanya. Ibunya berkata dia seharusnya aborsi ketimbang melahirkan Ji-young. Dia tidak mengerti. Tetapi saat dia tumbuh besar dan mengerti, ibunya tetap mengatakannya agar ayahnya diam dan kalah berdebat. Awalnya, dia menangis dan sedih. Namun lambat laun dia menjadi kebal dan terbiasa.


“Aku tidak baik-baik saja. Aku takut untuk merasa tidak baik-baik saja. Itu sebabnya aku pura-pura aku baik-baik saja. Setiap kali aku mulai dekat dengan seseorang, jika ada hal kecil yang bisa membuatku terluka. Aku selalu melarikan diri. Sebelum aku sangat menyukai orang itu dan akhirnya kehilangan...aku memilih untuk pergi lebih dulu.”

Hal yang dilakukannya juga pada Byuk-soo. Selama ini dia sangat rapuh dan takut untuk percaya pada orang lain. Karena dia merasa tidak ada yang akan mencintainya dan orang lain hanya akan mengecewakannya saat dia mulai membuka diri pada mereka. Bayangan Byuk-soo terlintas di kepala Ji-young dan dia membayangkan bagaimana jika dia tidak berpisah dengan Byuk-soo waktu itu. Mungkin dia bahagia dan membangun keluarga dengannya.


“Tapi...orang itu muncul. Dia membuatku merasakan kebahagiaan, untuk pertama kalinya dalam hidup. Walaupun mungkin rasanya sulit. Jika waktu pertemuan kami terulang, pasti tetap sulit untukku. Tapi... Aku merindukannya. Aku menginginkan dia. Sekalipun terasa sangat sulit, aku ingin merasakan kebahagiaan itu. Aku ingin menangis lepas...juga tertawa...kapanpun aku mau. Apa aku bisa melakukannya?”

Waktu berlalu. Ji-young mulai menata kehidupannya kembali. Dia bahkan mengunjungi makam ayahnya dan meletakkan bunga. Dia hanya memastikan dia tidak melakukan kesalahan. Dia mulai menikmati kehidupannya. Mungkin dia sudah mendapat jawaban dan keyakinan untuk membuka diri. Dia menyapa orang-orang di sekitarnya dengan ramah. Dia berteman dengan pasien yang bernasib sama dengannya itu. Bori pun tumbuh semakin gendut. Ji-young mulai berbicara kembali dengan ibunya. Bisa dikatakan kehidupan Ji-young semakin baik, dia tidak lagi menghukum dirinya dengan membatasi diri dan bersikap kejam dan dingin.


Suatu ketika dia melihat orang yang mirip dengan Byuk-soo berdiri di bawah apartemennya. Dia mengejarnya tanpa memperhatikan kalau dia hanya memakai sandal. Hal yang tidak disukainya. Namun orang itu sudah pergi. 

Ji-young dan Soo-kyung berteman baik sekarang, bahkan Ji-young sering memberinya hadiah. Soo-kyung tetap saja suka menggoda Ji-young dengan berkata hanya mau hadiah mahal saja.

“Kamu harus menunjukkan ini pada orang lain mulai sekarang,” ujar Soo-kyung sambil menunjuk jurnal Ji-young, menolak membacanya lagi.

“Seseorang baru saja datang. Menanyakan kabarmu saat ini... juga apakah kamu masih cantik. Orang itu datang untuk menanyakannya,” imbuh Soo-kyung, ”Ini konsultasi terakhirmu, jadi kamu tidak perlu bayar.”


Jadi Byuk-soo benar-benar datang.


Bergegas dia pergi. Melihat Byuk-soo menuju stasiun. Ji-young berlari ke arah stasiun dan mencari Byuk-soo. Dia berlari ke sana kemari mencari sosok Byuk-soo. Hingga dia melihat Byuk-soo berada di rel seberangnya. Dia berlari mencoba mencapainya, saat menuruni tangga dia terjatuh dan satu sepatunya terlepas. Dia terus mencari sosok Byuk-soo, sambil tertatih. Namun tak menemukannya. Saat dia mulai pasrah dan tertunduk. Ada suara yang memanggilnya.

“Jiyoung-ah,” panggil suara itu.

Ji-young menoleh mengenali pemilik suara itu. Dia Byuk-soo. Tersenyum dan membawa sepatu Ji-young yang terlepas. Byuk-soo tetap berdiri di sana. Ji-young tersenyum dan berlari ke arah Byuk-soo memeluknya.


 TAMAT
Pendapatku

Yey happy ending. Byuk-soo tetap di sana dan menunggu sampai Ji-young menghampiri dan merengkuhnya. Byuk-soo tak lagi gopoh, keki sendirian. 

Kita sering bertanya-tanya, mampukah kita mempercayakan hati kita yang pernah patah dan berserakan pada seseorang yang juga pernah mengalaminya? Padahal kita sudah berusaha mengumpulkan tiap kepingan itu dan menyatukannya, is it worth to try? mempercayakan hati kita pada orang lain? Atau kita harus tetap alam kubangan yang kita buat sendiri, berpikir itulah tempat teraman. Apakah dengan tetap sendiri dan menghukum diri, kita akan bahagia? Tapi dengan berubah, is it worth to try? Apakah perubahan itu tak akan menyakiti kita pada akhirnya? Semuanya ada di tanganmu untuk memilih.

Hubungan itu saling menerima masing-masing, saling mempercayakan hati dan saling menghormati juga. Drama ini nampaknya sederhana tapi menjelaskan pola hubungan manusia yang rumit. Mengena. Banget. Karena aku sendiri tipe yang sulit mengutarakan apa yang kupikirkan dan kuingkinkan, aku terlalu banyak menghabiskan waktu berpikir di kepalaku dan tidak jadi menyampaikan maksudku. Takut ini itu. Juga aku sering membatasi zona nyamanku agar tak diganggu orang lain. Karena kadang terlalu terbuka itu merepotkan.Wkwkwk. Pendiam saja selalu dicampuri apalagi terbuka.

Aku juga merasakan yang dirasakan Byuk-soo. Walaupun aku tak se-hyper dia sih. Kadang merasa kesepian dan sering menjadi people-pleaser agar dapat disukai dan diterima orang-orang di sekitarku. Well, hal itu melelahkan. Aku juga ingin diperhatikan ya kan? Walaupun memang aku sering bersikap seolah aku kuat, mandiri, cuek, dan sedikit menyebalkan sehingga orang-orang tak perlu mengkhawatirkanku. Terkadang aku sedih saat mereka melakukannya, benar-benar tak menghiraukanku. Berpikir aku baik saja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar